Cybercrime atau disebut juga
Kejahatan dunia maya adalah istilah yang mengacu kepada aktivitas kejahatan
dengan komputer atau jaringan komputer menjadi alat, sasaran atau tempat
terjadinya kejahatan. Termasuk ke dalam kejahatan dunia maya antara lain adalah
penipuan lelang secara online, pemalsuan cek, penipuan kartu kredit, confidence
fraud, penipuan identitas, pornografi anak, dll.
Walaupun kejahatan dunia maya atau
cybercrime umumnya mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan komputer atau
jaringan komputer sebagai unsur utamanya, istilah ini juga digunakan untuk
kegiatan kejahatan tradisional di mana komputer atau jaringan komputer
digunakan untuk mempermudah atau memungkinkan kejahatan itu terjadi.
Kali ini penulis akan memberikan
contoh salah satu kejahatan dalam dunia maya yaitu, Membajak situs web . Salah
satu kegiatan yang sering dilakukan oleh cracker adalah mengubah halaman web,
yang dikenal dengan istilah deface. Pembajakan dapat dilakukan dengan
mengeksploitasi lubang keamanan. Sekitar 4 bulan yang lalu, statistik di
Indonesia menunjukkan satu situs web dibajak setiap harinya. Hukum apa yang
dapat digunakan untuk menjerat cracker ini?
Dalam hal ini upaya pemerintah
untuk membasmi para penjahat –penjahat dalam dunia maya mengeluarkan
Undang-undang pasal 378 KUHP tentang penipuan berkedok permainan online dengan
cara memaksa pemilik website tersebut untuk menutup website melalui metode DDOS
website yang bersangkutan, begitupun penipuan identitas di game online hanya
mengisi alamat identitas palsu game online tersebut bingung dengan alamat
identitas palsu karena mereka sadar akan berjalannya cybercrime jika hal
tersebut terus terus terjadi maka game online tersebut akan
rugi/bangkrut.(28/12/2011), dan juga Berdasarkan UU No. 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”), hukum Indonesia telah mengakui
alat bukti elektronik atau digital sebagai alat bukti yang sah di pengadilan.
Dalam acara kasus pidana yang menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP), maka UU ITE ini memperluas dari ketentuan Pasal 184 KUHAP
mengenai alat bukti yang sah.
Pasal 5
(1)Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
(2)Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang
berlaku di Indonesia.
(3) Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Undang- Undang ini.
(4) Ketentuan mengenai Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku untuk:
a. surat yang menurut Undang-Undang harus
dibuat dalam bentuk tertulis; dan
b. surat beserta dokumennya yang menurut
Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh
pejabat pembuat akta.
Pasal 6
Dalam hal terdapat ketentuan lain
selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan bahwa suatu
informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya
dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat
dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.
Sumber:
- http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl3077/cara-pembuktian-cyber-crime-menurut-hukum-indonesia
- http://keamananinternet.tripod.com/pengertian-definisi-cybercrime.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar