Kamis, 21 Oktober 2010

Konversi Premium Ke Pertamax

Dalam rangka melakukan penghematan energi,pemerintah memastikan akan melakukan konversi konsumsi premium ke Pertamax dan premium oktan 90 secara bertahap. Pada tahap awal, program konversi ini akan dilakukan di wilayah JABODETABEK.
Keputusan ini dibuat karena , konsumsi premium di wilayah Jabodetabek adalah yang terbesar di seluruh Indonesia, yakni sekira 30 persen dari konsumsi premium nasional atau setara dengan 5 juta kiloliter. Dengan melambungnya harga BBM di pasar internasional seperti yang terjadi saat ini, diperkirakan subsidi yang diberikan untuk pemakaian premium per liternya setara dengan 75 persen harga BBM internasional.

Diharapkan dengan program pengalihan ini akan terjadi pergeseran penggunaan transportasi dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum yang bisa ikut mengurangi kemacetan di wilayah Jabodetabek. Karena itu, pemerintah memutuskan untuk kendaraan roda empat tidak boleh mengonsumsi bahan bakar yang padat subsidi, mereka harus menggunakan bahan bakar yang tidak disubsidi atau yang tingkat subsidinya sangat minim seperti premium oktan 90.

Masih menurut pemerintah dan Pertamina, secara teknis pengalihan konsumsi premium ke Pertamax ini antara lain akan dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) pembatasan serupa juga dilakukan untuk SPBU yang berada sepanjang jalan tol Jakarta-Bandung di mana semua SPBU tidak akan menyediakan premium- hanya Pertamax-sehingga mau tidak mau mobil pribadi yang mengisi di SPBU tersebut harus membeli Pertamax.

Dengan logika kebijakan dan implementasi sebagaimana yang kita uraikan di atas, pemerintah yakin kebijakan tersebut dalam implementasinya akan efektif mengurangi konsumsi premium di lapangan. Tetapi benarkah demikian? Teori ekonomi mikro mengatakan, ketika ada beberapa jenis barang yang punya fungsi sama dan bersifat substitusi sempurna antara satu sama lain, maka konsumen pasti mencari barang dengan harga yang lebih murah.

Kita tahu premium subsidi (Rp4.500 per liter), premium oktan 90 (Rp6.750 per liter), dan Pertamax (Rp7.500 per liter) mempunyai fungsi yang sama dan bisa saling bersubstitusi secara sempurna antara satu dengan lainnya. Dalam kondisi yang demikian, pasti para konsumen akan mencari premium subsidi sampai pada satu titik di mana ketika uang yang dikeluarkan untuk mencari premium tersebut ditambah dengan nilai beli premium sudah melebihi harga Pertamax atau premium oktan 90, barulah konsumen bersedia untuk membeli Pertamax atau premium oktan 90.

2) Difokuskan pada daerah-daerah dengan konsumsi premium yang tinggi, misalnya di jalan-jalan utama di Jakarta. Semua stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) pada rute tersebut tidak lagi menjual premium, hanya menjual Pertamax atau premium oktan 90 sehingga tidak ada alternatif lain bagi mobil pribadi yang biasa menggunakan premium-yang melewati rute tersebut-kecuali harus membeli Pertamax atau premium oktan 90.


Agar fenomena antrean panjang kendaraan di SPBU-SPBU penyedia premium tidak menjadi guncangan sosial yang tidak diinginkan, terlebih menjelang Pemilu 2009, maka dapat diprediksi pemerintah akan dipaksa oleh fakta sosial tersebut untuk meningkatkan kembali suplai premium pada SPBU-SPBU yang berakibat jumlah premium yang dikonsumsi publik tidak berkurang seperti yang diskenariokan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar